Senin, 17 November 2008

Manusia Pelangi

Aku bukan seorang Liberalis
Tujuan hidupku berwarna putih

Aku bukan seorang Fundamentalis
Pendamping hidupku berwarna hijau

Aku bukan seorang Hedonis
Takdirku berwarna kuning

Aku bukan seorang Medioker
Nasibku berwarna biru

Aku bukan seorang Revolusioner
Cita-citaku berwarna merah

Aku bukan seorang yang Skeptis
Masa depanku berwarna jingga

Aku bukan seorang Radikal
Pandangan hidupku berwarna ungu

Aku adalah Pelangi

Teman = SAHABAT ?

Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah
(Sind3ntosca, 2008)


Seseorang menjadi teman biasanya karena kebersamaan dalam suatu tempat dan waktu.
Menjadi sahabat jika pernah saling berkontribusi positif antara individu.
Terkadang percekcokan yang menjadi bermetamorfosis menjadi titik temu mengubah sahabat menjadi sodara.

Terkadang sulit untuk mengetahui apakah seseorang bisa menjadi teman
Namun banyak yang mengaku menjadi teman jika kita punya suatu hal yang sedang dibicarakan.
Entah itu suatu kelebihan, keunikan, atau malah suatu kekurangan ….. yang bisa menghasilkan keuntungan materi.

Teman datang dan pergi
Namun Sahabat tetap di hati

Terkadang seseorang bisa menjadi sahabat yang sangat dekat dalam suatu waktu.
Namun menghilang di waktu yang lain.
Bisa jadi karena apa yang di dapatkan dari sahabat yang pertama tadi bisa didapatkan dari orang lain.

Teman bisa diciptakan.
Lewat ketukan tetikus pada sebuah gambar di layar LCD
Bisa ditolak atau diterima
Entah karena sebuah status angka jumlah sahabat dalam profil fes buk
Atau karena memang ingin mencari teman

Teman bisa ditemukan melalui mesin pencarinya Pak Google
Sekedar menyapa ingin tahu kabar
Setelah itu menghilang

Sering terjadi konflik dalam persahabatan.
Kekurangan menjadi urutan terakhir jika saling membutuhkan.
Entah dalam bentuk menyayangi, posesif, identifikasi diri, kesamaan hobby, keterancaman, dendam, atau saling tergantung karena suatu emosi yang tidak terdefinisikan.

Satu episode berbagi
Berlanjut ke episode berpisah
Sekuel ke episode kangen
Berganti ke episode reuni
Lalu adegan hampa terhampar

Pertemuan menjadi jarang
Kebutuhan afeksi dicari melalui individu yang lain
Yang kemudian kita angkat menjadi teman
Lalu naik pangkat menjadi sodara

Perpisahan menjadi batas
Dari terciptanya episode persahabatan baru

Bagaimana kabarmu?
How are You?
Piye kabare?

Sebuah pertanyaan klise

Baik-baik saja. Sehat
I’m fine
Apik, Rek

Sebuah jawaban fotocopy

Pertemuan menjadi ajang basa basi yang hambar
Sekedar bertanya:
Sudah menikah belum?
Sudah punya anak brapa?
Sekarang kerja dimana?
Kapan naek Haji?

Kita merasa aman di tengah sahabat. Karena merasa terlindungi dan menjadi pendukung jika membutuhkan.
Tapi tahukah, tidak mudah untuk menjadi sahabat yang bisa berkata jujur.
Mungkin itu karena kita tidak bersahabat dengan jujur.
Kita membungkusnya dengan “menjaga perasaan”
Tapi tidak mempersiapkan sahabat kita untuk “menghadapi kenyataan”

Sahabat dibutuhkan agar kita merasa sebagai manusia.

(untuk yang pernah dan masih berstatus sebagai sahabat)

Minggu, 16 November 2008

Loyal pada Profesi

“Kamu masih kerja di As***……?”
“Lho kok pindah lagi? Bukannya baru setahun?
“Dimana letak loyalitas mu jika sering pindah kerja?”

Pertanyaan yang jamak terdengar jika seorang profesional berganti perusahaan.

Dalam dunia profesional, makna loyalitas sering dikaitkan dengan kesetiaan seseorang dalam jangka waktu tertentu terhadap satu perusahaan atau organisasi yang menaunginya.

Saya tidak sedang mencela orang-orang yang memiliki pendapat demikian.
Karena sah-sah saja orang punya pendapat seperti itu.

Saya hanya akan sharing tentang nilai-nilai yang saya anut tentang makna loyalitas dalam kehidupan profesional saya.

Mungkin pada saat awal saya lulus kuliah dan memutuskan untuk menjalani karir sebagai seorang profesional (baca: orang yang dibayar rutin dalam bentuk gaji karena kontribusi kompetensinya) saya membayangkan akan mencari pekerjaan di perusahaan yang bagus secara operasional, memberi benefit yang memuaskan, jenjang karir yang tersusun rapi, dan pension scheme yang menjamin hari tua saya.

Namun pergeseran paradigma terjadi selaras dengan perkembangan karir dan nilai-nilai yang tumbuh selama menjalani karir profesional saya.

5 tahun silam saya memutuskan dan menetapkan bahwa saya akan menjalani karir saya sebagai seorang profesional di bidang Sumber Daya Manusia.
Keputusan ini merupakan perjalanan pemikiran dan perenungan panjang dan mendalam akan minat dan potensi serta bidang ilmu dan lingkungan yang akan mendukung saya dalam menjalani karir profesional saya.

Keputusan yang mengandung konsekwensi akan tanggung jawab yang mengikuti dan nilai-nilai (values) yang akan saya anut.

Bidang SDM adalah karir yang akan saya jalani. Tidak terbatas pada perusahaan tertentu, industri tertentu atau orang tertentu yang akan menjadi atasan atau partner saya.

saya memaknai loyalitas itu pada nilai-nilai profesi yang saya anut.

saya loyal atas aturan yang berlaku atas profesi saya sebagai praktisi SDM
saya loyal atas nilai-nilai etis yang berlaku dalam lingkungan praktisi SDM
saya loyal dengan rencana dan program kerja yang telah disepakati untuk dijalankan
saya loyal untuk memberikan kontribusi dan kinerja terbaik sesuai dengan KPI yang telah disepakati
saya loyal terhadap komitmen untuk memperlakukan manusia sebagai makhluk yang unik, dan bukan sebagai materi dan modal industri semata
saya loyal bahwa pengembangan diri adalah sebuah hak yang bisa dikecap oleh setiap orang
saya loyal bahwa setiap orang berkuasa atas dirinya dan keputusan-keputusan yang diambilnya
saya loyal pada nilai-nilai bahwa setiap orang bertanggung jawab atas tindakan dan perilaku yang ditampilkannya

Loyalitas saya bukan pada pemilik modal
Loyalitas saya bukan pada tempat
Loyalitas saya bukan pada materi

Jangan minta saya untuk PHK orang tanpa pesangon
Jangan minta saya untuk mengganti tenaga kerja permanen dengan outsourcing dengan pekerjaan dan jabatan yang sama
Jangan minta saya untuk mempekerjakan teman dan saudara tanpa kompetensi yang memadai dan proses jalan pintas
Jangan minta saya untuk memanipulasi profil karyawan
Jangan minta saya untuk menggaji karyawan di bawah upah minimum
Jangan minta saya menerima sesuatu yang bukan hak saya
Jangan minta saya mengangkat karyawan semata karena kerabat Bos

Karena saya adalah profesional yang loyal.

Loyal pada nilai-nilai profesi saya.

Absurditas Makna "Pahlawan"

Pahlawan adalah suatu identitas yang makin absurd.

Tanggal 9 November 2008, melihat televisi merupakan hal yang sulit buat saya tanpa menahan geram melihat ketiga Bomber dijuluki sebagai “Laskar Mujahid”.
Dalam sebagian berita di televisi yang memuat gambar prosesi pemakaman Bombers tersebut, para pendukung dan pemujanya menggotong keranda jenazah, berebut mengangkat keranda tersebut seakan-akan jenazah tersebut berisi seorang Pahlawan yang sangat mereka agungkan.
Dalam bayangan saya sebelumnya jenazah yang layak diperlakukan seperti itu adalah jenazah seseorang “besar” yang telah berjasa pada masyarakat dengan perilaku, pikiran, atau kontribusinya dalam memberikan inspirasi positif bagi umat manusia.

Namun jenazah Bombers ini mendapatkannya.
Tidak perlu melakukan suatu hal yang berguna bagi lingkungannya.
Tidak perlu menuliskan pemikiran yang berpengaruh terhadap peradaban umat manusia. Tidak perlu melakukan perbuatan yang menginspirasi karya-karya lanjutan

“cuma” membuat bom dan meledakkannya, seraya mengumbar “All….Maha Besar” (saya tidak mau menuliskannya, karena namaNya sangat sakral buat saya).
Mereka meneriakkannya seakan-akan sebuah kalimat tanpa makna yang harus diucapkan dengan intonasi keras dan ekspresi penuh kemarahan.

Bombers itu disematkan julukan Pahlawan – Huekkkssss


Iklan sebuah Partai Politik.
Waktu 10 tahun rupanya dinilai cukup panjang oleh sebuah Partai untuk melupakan perjuangannya.
Dengan alasan niat rekonsiliasi, mengangkat Soeharto sebagai Guru Bangsa dalam iklan politiknya.
Seorang Guru Bangsa dengan atribut koruptor, pelanggar HAM, pelaku nepotisme, diktator, dan salah seorang yang paling berperan dalam keterpurukan bangsa Indonesia
Soeharto disejajarkan dengan para Pahlawan yang tanpa kontroversi kontribusinya terhadap bangsa Indonesia.

Koruptor itu “sejajar” dengan Pahlawan

Pahlawan…….
Identitas yang dulu terbayang dalam benak saya jika melihat sederetan foto/ gambar grafis di dinding ruang kelas.
Yang dihapalkan namanya dan diikuti dengan tahun perjuangannya
Yang dikaitkan dengan revolusi fisik
Yang dikaitkan dengan perjuangan intelektual
Yang dikenang dengan kontribusinya terhadap masyarakat
Yang jejaknya menginspirasi ribuan bahkan jutaan manusia

Kini…..
Gerombolan Bombers dan pelaku Korupsi juga menyandangnya

Akhirnya, Brojol lah!!!!

Bismilllahirrohmanirrohim,
Alhamdulillah,
Puji Tuhan,

Akhirnya resolusi tahun 2008 saya lakukan juga.
Mungkin buat kebanyakan orang punya blog bukan sesuatu yang istimewa.
Tapi buat saya ini adalah suatu pencapaian dan komitmen sekaligus.

Pencapaian, karena dengan punya blog saya menginjak ke suatu tahap yang baru dalam proses hidup saya (halah!)

komitmen, karena dengan memiliki blog berarti saya bertanggung jawab atas segala isi materi dari segala yang saya tulis dan posting dalam blog saya ini.

Saat membuat blog ini saya belum tahu akan topik apa yang akan saya tulis. Materi apa yang akan saya posting. Saya hanya ingin membebaskan terlebih dahulu hal-hal yang terpikirkan dalam otak saya.

Saya akan memulai blog ini dengan ucapan syukur bahwa saya telah berani memulai sesuatu yang simpel untuk hal-hal signifikan......setidaknya dalam perjalanan hidup saya.