Sabtu, 14 Februari 2009

Resensi Film: "Defiance" & "Valkyrie"

Hari-hari ini ada 2 film menarik berlatar belakang perang dunia 2 yang diputar di bioskop Jakarta. Kedua film tersebut bersetting kondisi perang di Negara Jerman. Kebetulan juga 2 film ini dibintangi oleh 2 aktor beken Hollywood (Daniel Craig dan Tom Cruise), jadi cukup menarik perhatian saya walaupun belum tahu sinopsis ceritanya sebelum menontonnya.
Film pertama berjudul “Defiance”, dibuka dengan adegan pembantaian tentara Jerman di sebuah perkampungan Yahudi. Film yang berdasar kisah nyata ini (versi Yahudi tentunya) bercerita tentang sekelompok bangsa Yahudi yang sedang kejar-kejar oleh tentara Jerman sehingga mereka harus mengungsi ke dalam hutan dan membentuk perkampungan disana.
Pemimpin sekelompok orang ini adalah Truvia (diperankan oleh Daniel Craig). Tidak seperti film-film tentang pembantaian bangsa Yahudi oleh Nazi pada umumnya, dimana digambarkan bangsa Yahudi pada perang dunia 2 cenderung menjadi bangsa yang pasif terhadap ulah Nazi, di film ini Truvia cs selain bertahan hidup di hutan mereka juga sesekali mengadakan perlawanan dengan menggunakan taktik perang yang mirip dengan taktik perang gerilyanya Panglima Sudirman. Mereka membangun komunitas dalam hutan dan bila musuh sudah mulai dekat mereka berpindah lokasi dan membangun komunitas baru.
Pada dasarnya Truvia sendiri sebenarnya hanya berniat mempertahankan hidup komunitasnya saja (survival) namun ada sekelompok Yahudi lain yang dipimpin oleh adiknya Truvia, Buz yang memimpin gerakan perlawanan dan bergabung dengan tentara Rusia yang juga sedang berperang dengan Nazi (Yahudi bersekutu dengan tentara komunis?) dengan alasan tentara Rusia memiliki perlengkapan perang yang lebih canggih dan jumlah pasukan yang lebih banyak.
Cerita bergulir dengan komunitas Yahudi-nya Truvia yang makin terdesak ke dalam hutan sementara anggota komunitas yang berperan sebagai petarung makin sedikit dengan bergabungnya Buz cs dengan tentara Rusia. Film ini menjadi semakin menarik karena tidak hanya diceritakan jalannya “perang gerilya” ala Yahudi saja. Namun juga dibumbui kisah cinta (bayangkan ada adegan pernikahan ala Yahudi di tengah hutan di tengah peperangan), konflik antar individu dalam komunitas (Truvia sempat tidak dipercaya oleh pasukannya lagi sebagai pemimpin, dan apa yang dilakukannya terhadap anggota pasukan yang memberontak tersebut? ………he he he lihat saja sendiri filmnya), dan bagaimana iman para Yahudi tersebut terhadap Yahweh-nya (Tuhannya) tentang tanah yang diperjanjikan untuk bangsa Yahudi (ada dialog satire waktu mereka sedang kabur, di hadapan mereka terbentang rawa-rawa yang luas, mereka berharap keajaiban Musa terjadi seperti membelah laut merah).
Menurut saya film ini menarik bukan saja pada ceritanya dan aktor/aktrisnya. Namun saya juga membayangkan film seperti ini tidak akan pernah diputar di bioskop kita di jaman orde baru dulu (ingat film Schindler List-nya Steven Spielberg dan The Pianist walaupun menang Oscar tidak pernah diputar di bioskop). Film ini saya yakini sebagai propaganda Yahudi kepada dunia bahwa apa yang dialami oleh Palestina sekarang, dulu juga pernah dialami oleh bangsa Yahudi.
Film ini tidak banyak diliput dan diulas oleh rubrik resensi film yang ada di media umum, saya yakin jika kalangan islam konservatif dan kaum pembela Palestina tahu ada film bertopik Yahudi, kemungkinan besar mereka akan menolak untuk diputar di Indonesia (jadi sebelum mereka sadar, tontonlah film ini selama masih diputar he he he promosi: Mode ON)

Film kedua berjudul “Valkyrie”, juga berdasarkan kisah nyata. Film ini bercerita tentang seorang kolonel Nazi bernama Stauffenberg (diperankan oleh Tom Cruise) yang tidak sepaham dengan faham Nazi yang diusung oleh Hitler. Dia menjadi tentara karena ingin berbakti pada negaranya. Stauffenberg berasal dari keluarga kaya di Jerman namun karena sifat nasionalismenya dia bergabung dengan militer negaranya dalam PD 2.
Film dibuka dengan adegan serangan sekutu terhadap camp Jerman di Afrika Utara, yang mengakibatkan cacatnya mata dan tangan kanan Stauffenberg yang harus diamputasi. Pulang ke Jerman Stauffenberg bergabung dengan koalisi militer dan sipil Jerman yang tidak sepaham dengan ideologi Nazi yang diusung oleh Hitler. Beberapa kali koalisi ini merencanakan pembunuhan terhadap Hitler namun selalu gagal. Hingga suatu saat Stauffenberg berhasil mendapatkan undangan rapat dengan Hitler pada saat Hitler akan bertemu dengan Mussolini. Stauffenberg menawarkan dirinya yang akan melakukan pengeboman langsung di bunker militer tempat pertemuan tersebut.
Rencana yang telah disusun mulanya berjalan mulus. Bom berhasil meledak namun kendala komunikasi yang merupakan bagian dari rencana pembunuhan tersebut menjadi plot penting dari hasil akhir “kudeta” ini. Apakah Hitler terbunuh pada pengeboman tanggal 20 juli tersebut? Tonton sendiri filmnya. Yang jelas sejarah mencatat bahwa Hitler mati karena bunuh diri.
Valkyrie sendiri adalah nama dari sebuah operasi yang menggerakkan tentara cadangan Jerman jika terjadi kekosongan kepemimpinan di Jerman pada saat PD 2. Stauffenberg memanipulasi operasi Valkyrie ini dengan “memfitnah” pasukan SS (semacam agen rahasianya Nazi) yang akan melakukan kudeta saat Hitler dikabarkan “mati”.
Yang juga menarik dari film ini adalah memberikan satu lagi contoh buat saya betapa tipis beda antara predikat “sang pengkhianat” dengan “sang pahlawan” dalam diri seseorang. Betapa sebutan pengkhianat atau pahlawan tersebut akan layak dan sah jika diberikan oleh pihak yang menang.
Stauffenberg sebagai seorang militer yang menentang Panglima Tertinggi militernya sekaligus kepala negaranya pada saat itu akan sangat mudah di cap sebagai seorang pengkhianat sehingga langsung dieksekusi mati. Namun sekarang oleh pemerintah Jerman Stauffenberg dinobatkan sebagai salah satu pahlawan perlawanan Jerman atas Nazi yang notabene adalah doktrin “resmi” Jerman sendiri pada waktu itu.
Saya membayangkan jika ada militer di Indonesia yang secara hati nurani kemanusiaannya merasa tidak sesuai dengan perintah atasannya (misalnya: pembumihangusan Timor Leste, Opsus Papua, Operasi GAM) kemudian tidak mau melaksanakan perintah tersebut, sebutan apakah yang pantas diberikan kepadanya? Saya tidak bicara dalam konsep penegakan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi bicara bagaimana cara melaksanakan operasi tersebut yang disinyalir terjadi pelanggaran HAM dan jatuhnya korban di pihak rakyat sipil.
Film yang disutradarai oleh Bryan Singer (X-Men, Superman Returns) ini menyisakan perenungan buat saya tentang makna sebuah perjuangan ideologi yang diyakini walaupun bertentangan dengan ideologi rezim pada saat itu, betapapun hasil akhirnya patut dihargai.
Tonton filmnya dan mohon tanggapan atau resensi tandingannya.

Jamil