Senin, 12 Januari 2009

Muchdi PR divonis bebas - Kado pahit penegakan HAM di akhir 2008

Kalangan penegak Hak Azasi Manusia (HAM) di Indonesia mendapatkan kado pahit di akhir tahun 2008 kemarin. Tepat pada tanggal 31 Desember 2008, tersangka otak pembunuhan Munir, Muchdi PR di vonis bebas oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan. Otomatis penyelesaian kasus pembunuhan Munir kembali gelap.
Semua dakwaan yang dituduhkan kepada Muchdi dinyatakan tidak terbukti oleh majelis hakim. Vonis ini tentunya mengejutkan kita semua, walaupun sebenarnya jika kita ikuti jalannya persidangan selama ini bisa diduga gambaran vonisnya.

Pihak kejaksaan yang tidak bisa memberikan bukti-bukti kuat dan ketidak mampuan mendatangkan saksi-saksi kunci dalam kasus ini menjadi salah satu penyebab jatuhnya vonis tersebut, selain juga karena para saksi yang sudah diperiksa mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nya pada saat sidang pengadilan dijalankan. Ketidak kooperatifan Badan Intelejen Negara (BIN) yang disinyalir terlibat secara kelembagaan dalam kasus pembunuhan Munir ini juga turut andil dalam jatuhnya keputusan vonis tersebut.

Pihak keluarga, Suciwati dan kalangan LSM yang selama ini mengawasi jalannya persidangan KONTRAS dan KASUM sangat kecewa dengan keputusan hakim tersebut dan langsung mendesak pihak kejaksaan untuk segera mengajukan kasasi. Pihak Munir juga meminta dukungan dari KOMNAS HAM dan Komisi Yudisial agar melakukan kajian terhadap keputusan para hakim tersebut.

Memang keputusan hukum harus ditempatkan sebagai hal yang utama. Namun tidak maksimalnya tuntutan yang diajukan oleh pihak kejaksaan juga harus diwaspadai agar kasus ini tidak berhenti sampai disini saja. Perlu adanya bukti-bukti baru yang harus diajukan dan saksi-saksi yang sudah diperiksa harus “diamankan” agar jangan sampai pada saat persidangan saksi-saksi tersebut ramai-ramai mencabut kesaksiannya.

Bukti-bukti yang diajukan berupa CDR (Calling Data Record) antara telepon Muchdi PR dan Pollycarpus yang tidak disertai substansi percakapan sangat mudah dipatahkan dengan alibi Muchdi PR bahwa pada tanggal-tanggal percakapan tersebut telepon dengan nomer tersebut tidak berada di tangannya dan dia sedang berada di luar negeri. Demikian juga copy surat perintah penugasan BIN terhadap Pollycarpus tidak bisa membuktikan keterkaitan dengan pembunuhan terhadap Munir.

Kita memang patut bersedih hati atas kondisi ini. Penegakan kasus HAM di Indonesia ke depan tampak akan suram. Masih kuatnya pelanggar HAM dalam lobby di para penegak hukum serta kekuatan dalam menekan saksi menjadi penghalang pengungkapan kasus HAM di negeri ini.